Gunung Sibayak, Tempat Untuk Menikmati Alam Bersama Sahabat
Bicara tentang mendaki gunung, pasti yang terbayang dibenak orang yang belum pernah mendaki gunung adalah capek, jauh, mahal dan ga seruuu...
Saya ucapkan selamat, karna semua yang anda bayangkan itu adalah salahhhh besarrrrr..
Saya juga sama seperti anda, sebelum mendaki gunung saya juga membayangkan hal yang sama, tapi kali ini saya akan membuat bayangan itu hilang dari pikiran anda...
Gunung yang pertamakali saya kunjungi adalah gunung Sibayak, gunung yang terkenal ramah bagi pemula. Saat pertamakali mendaki, aku langsung jatuh cinta, rasanya tidak ingin kembali ke kota yang penuh dengan kebisingan, dan yang tidak bisa kudapatkan diatas gunung.
Hingga saat ini, jika dihitung aku udah 4 kali mendaki gunung yang sama dengan teman yang berbeda. Dan pendakian yang keempat aku mendaki bersama teman-teman satu fakultas.
Baca juga: Apa itu PGSD?
Aku singkat aja ceritanya ya, biar ga kepanjangan...
Setelah aku dan beberapa teman sepakat untuk mendaki gunung Sibayak, aku menyarankan agar menambah beberapa personil biar lebih seru. Setelah beberapa saat terkumpullah 8 personil yaitu Aku, Rudi, Marsinus, Eko, Deo, Ifyen, Dosmaria, dan Erika.
Besoknya kami mengadakan rapat di salah satu kos personil. Disitu kami membahas persiapan untuk pendakian esok hari, tidak lupa juga kami membahas pemberian nama untuk 8 personil, dan lahir lah nama KBH (Koalisi Biru Hijau). Yang artinya perkumpulan pemuda-pemudi pecinta alam.
Setelah selesai rapat kami langsung membagi tugas, yang pria menyiapkan alat-alat pendakian seperti tenda, matras, kayu bakar dan lain-lain. Tapi karna kami tidak memiliki perlengkapan untuk mendaki jadi kami menyewa itu semua disalah satu tempat penyewaan alat-alat mendaki. Dan untuk wanita menyiapkan perbekalan untuk pendakian esok hari.
Esok harinya kami berkumpul di pangkalan bus, bus yang akan membawa kami ke Berastagi. Kami berkumpul tepat jam 18.00, dan tidak lama kemudian kami langsung menaikkan barang bawaan kami ke atas bus yang kami tumpangi. Karena didalam penuh Aku, Rudi, dan Deo naik diatas dimana barang-barang diletakkan atau biasa disebut tarum.
Setelah 2 jam, tibalah kami di Berastagi, Tanah Karo. Kami langsung bergegas menurunkan barang bawaan kami dari atas bus. Dan saat itu jam telah menunjukkan delapan malam, jam untuk makan malam. Setelah beberapa menit kami menunggu angkot yang akan kami tumpangi menuju kaki gunung Sibayak, kami memutuskan mencari rumah makan untuk mengisi perut yang sudah keroncongan.
Setelah perut terisi penuh, kami kembali ke angkot yang telah kami booking tadi. Sebelum berangkat, kami sempat melakukan tawar menawar kepada abang supir dan keneknya biar ongkosnya dikurangi. Setelah terjadi pelawanan sengit akhirnya abang sopir dan keneknya mengalah yang sebelumnya ongkos Rp.12.000 perkepala dikurangi menjadi Rp.10.000 perkepala.
Sampailah kami di pintu masuknya. Disitu diwajibkan perkepala membayar Rp.2000 sebagai uang retribusi/tiket. Dan setelah kami membayar, perjalanan kami lanjutkan.
Sampailah kami di kaki gunung Sibayak, kami disuruh melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Setelah angkotnya pergi, tinggallah kami ber-8 di tengah hutan yang gelap. Karena gelap kami mengeluarkan senter masing-masing, dan mulai membagi-bagi barang bawaan. Yang wanita membawa barang bawaannya saja, dan yang pria membawa barang bawaannya ditambah peralatan yang lain seperti tenda, matras, dan kayu bakar. Tidak lupa kami untuk berdoa sebelum berangkat.
Karena aku udah pernah beberapa kali mendaki, aku langsung dinobatkan sebagai pemandu jalan dengan tanda serah terima headlamp atau lampu yang diikatkan kekepala. Kami pun mulai perjalanan.
Tidak berapa lama, sampailah kami di tempat pemberhentian. Kami kira cuma kami yang mendaki pada malam itu, ternyata rame yang mendaki. Di tempat pemberhentian kami melihat banyak kendaraan yang parkir. Karna merasa bukan cuma kami aja yang mendaki, kami pun tambah semangat untuk melanjutkan perjalanan.
Hampir satu jam kami berjalan melalui jalan setapak yang becek ditambah lagi penerangan yang kurang, sampailah kami di kawah gunung Sibayak. Kami melihat sudah banyak tenda yang berdiri, kami melewati satu persatu tenda-tenda yang berdiri dan pas kami berpapasan dengan yang punya tenda mereka menyebutkan "Lestari!". Menurutku kata lesrtari adalah salam untuk para sesama pendaki.
Setelah kami mendirikan tenda, kami juga menghidupkan api unggun dan menikmati hidangan yang kami masak melalui api unggun. Tenaga sudah terkumpul dan jam sudah menunjukkan pukul lima pagi kami pun mulai bergegas untuk menuju puncak, tetapi salah satu dari kami merasa kelelahan dan dia memutuskan untuk tinggal menjaga tenda. Dengan berat hati kami meninggalkannya sendirian didalam tenda.
Akhirnya sampailah kami di puncak paling tinggi gunung Sibayak. Kami berkumpul di sebuah batu besar, disitu kami beristirahat sambil bercanda ria untuk melewati dinginnya udara pagi itu. Dan yang kami tunggu-tunggu pun hadir juga, pemandangan yang menakjubkan datang, melintas diatas kepala dengan perlahan. Sang mentari pagi menunjukkan sinarnya diantara awan-awan yang menutupinya.
Pemandangan yang tidak akan kami dapatkan di kota, pemandangan yang memanjakan mata, dan pemandangan yang tidak boleh dilewatkan. Semua lelah kami terbayarkan.
Foto salah satu personil KBH (Erika)
Puas menikmati pemandangan yang menakjubkan, kami pun segera turun. Setelah sampai di tenda kami mulai berbenah untuk pulang kerumah.
Sibayak Mountain
2094 Mdpl
NB: Semoga Bermanfaat

6 komentar
Bolehlah boleh :v
ReplyDek stp ini :D
Makasih foto nya gan 👍
ReplyHahaha, main warnet jangan juma ngegame aja.. harus ada perkembangan :D
ReplySama-sama gan. Salam KBH :D
Replygitu aja ya...hanya lihat matahari terbit...?
Replyhehehe, salah satu alasan mendaki gunung ya mau melihat matahari terbit kk =D
Reply